Genre: Romance, Gay, Boy x Boy
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Aku menuju kamarku dengan langkah
gontai. aku berjalan menuju walk in closetku lalu mengambil handuk. Aku mandi
diiringi dengan lagu Bad Romance dari Lady Gaga. Aku bersenandung pelan mengikuti
lagu itu. Aku selesai mandi 15 menit kemudian. Waktu yang cukup lama bagi
seorang laki – laki untuk mandi. Seseorang menegtuk pintu kamarku tepat setelah
aku memakai semua pakaianku. “masuk,” perintahku, terlihat Bobby masuk kamarku.
“kau tahu jasa pengiriman terdekat?”
ucapnya, “aku mau mengirim vegemite pesanan Mom,”
“aku hanya tau FedEx,” ucapku, “mau
pergi, sekarang?”
“iya, Mom tadi mengirimiku E-mail
agar cepat – cepat mengirim vegemitenya,” ujarnya
“aku juga mau pergi, bareng aja
kalau begitu,” ucapku, Bobby hanya mengangguk patuh, lalu keluar kamarku.
Sebenarnya, aku ingin pergi membeli
kebutuhan pribadiku. Camilan, Buku bacaan, dan beberapa barang seperti, kaset
album terbaru dari Katy Perry dan Lady Gaga. Aku mengambil dompetku lalu turun
kebawah, melihat Bobby sudah lengkap dengan jaketnya. Aku memberikan kunciku
pada Bobby. “aku malas menyetir,” ucapku sebelum ia banyak komentar.
“so,
dimana FedExnya?” tanyanya
“Perempatan depan ke kiri, FedExnya
ada di kanan jalan,” ucapku, Bobby mengikuti perintahku dengan patuh. Saat ini
aku sudah di depan sebuah toko buku,” itu FedExnya aku mau ke toko buku ini
sebentar,” Ucapku
“oke,
temui aku lagi disini ya,” katanya
Aku memasuki toko buku tersebut. Aku
langsung bisa mencium aroma buku baru, salah satu aroma kesukaanku. Mataku
tertuju pada jajaran novel baru. Aku menjelajahi Booth novel tersebut sambil
melihat novel apa yang mempunyai judul menarik.
“kau
Mitch Carell,’” Tanya seseorang dibelakangku, aku berbalik
“iya, kamu siapa?” tanyaku, wajah
orang itu terlihat sangat familiar
“kau lupa?, aku Alex Lopez yang
battle dance denganmu di disko kebun 2 minggu yang lalu,” ucapnya. Oh, jadi dia
Alex pantas wajahnya familiar. “ so, ngapain kamu disini?” tanyanya
“aku, mencari novel – novel, hanya untuk
memenuhi koleksi pribadi,” ucapku, “bagaimana denganmu?”
“hanya mencari buku untuk dibaca,”
ucapnya, “ dan memenuhi rak bukuku,” lanjutnya, sambil tersenyum tipis
“apa
buku favoritmu?,” tanyaku
“kebanyakan buku motivasi, atau
biografi,” katanya,” kalau kamu?”
“aku lebih suka buku novel atau
biografi,” kataku, “tapi ada kalanya aku juga senang dengan buku – buku yang
agak berat seperti Motivasi atau materi kuliah,”
“benar dugaanku,” katanya
“dugaan apa?” tanyaku
“ orang dengan muka sepertimu pasti
list pertama dalam daftar buku favoritnya pasti novel,” ucanya
“bagaimana kau tahu?” tanyaku lagi
“Aku sudah expertlah, masalah buku –
buku,” katanya santai, aku hanya tersenyum simpul sambil membuka buku yang
kupegang, Dear John, Karya Nicholas Sparks salah satu novelis favoritku.
“Kau
tahu, aku agak tak suka Nicholas Sparks,” ucap Alex tiba – tiba
“kenapa?” ucapku agak tersinggung
“aku hanya tak suka saat ia
mematikan salah satu tokoh dalam setiap novelnya, kebanyakan pasti
tirtagonisnya,” katanya, “ bagaimana dengan Annie Proulx?,”
“aku hanya suka cerita pendeknya
saja, contohnya Brokeback Mountain, ceritanya keren apalagi filmnya,” kataku.
Satu hal lagi yang kusukai dari Annie Proulx adalah, ia selalu bisa membuat
suatu keajaiban di ceritanya. Contohnya saat cerita pendeknya yang berjudul
Brokeback Mountain di publikasi. Saat itu America sedang sensitive dengan LGBT.
Dan dengan gampangnya Annie Proulx membuat cerita yang bertema LGBT. Apalagi,
ceritanya tentang dua cowboy yang biasanya di gambarkan dengan karakter gagah.
“kau
pernah melihat film Brokeback Mountain?” Tanya Alex
“iya, memang kenapa?”tanyaku
“gak
apa – apa sih, aku sebenarnya juga suka dengan film itu,” katanya
“aku agak menyayangkan bagian Jack
Twist meninggal,” kataku,
“aku juga, they love is beautiful,”
ucap Alex mengiyakan, “ adiku hampir menangis, melihat film itu katanya ‘ it’s
a beautiful movie, meskipun filmnya cukup menjijikan bagi homophobic’,” ucapnya
lucu
Aku sudah memegang lima buah buku di
tanganku. Aku memilih 3 novel romance dan 2 novel fiksi ilmiah. Mataku tertuju
pada booth komik di sebelah kiri booth novel.
“bagaimana kalau komik?” tanyaku
pada Alex, Aku memang agak suka komik. Maksudku, aku hanya suka dua judul komik
seperti, X – Men dan Crayon Shinchan. Memang hal tersebut tidak bisa dijadikan
satu tapi aku sudah suka komik itu dari kecil.
“aku tak terlalu suka,” ucapnya “
aku hanya suka X – Men, itupun yang kusuka hanya 2 karakter,”
“oh, ya, siapa? Kebetulan aku
juga suka X – Men,” kataku.
“aku suka Mystique dan Iceman,”
katanya, “ bagaimana denganmu?”
“aku suka Mystique dan Rogue,”
kataku
“berarti kita jodoh!” ucapnya
“kok bisa?” tanyaku
“karena Iceman dan Rogue itu jodoh,
Mereka ‘kan pacaran?” ucapnya
“bisa aja,” ucapku sambil menoyor
(?) kepalanya pelan. Kami berjalan menuju kasir. Alex membawa 2 buku, buku
rohani dan motivasi. Aku mengeluarkan kartu kreditku untuk membayar. Setelah
selesai aku berjalan menuju pintu keluar.
“Mitch,
ayo pulang,” teriak Bobby dari mobil
“oke, sebentar, Bob” ucapku, aku
berbalik dan menatap Alex, “ oke, aku harus pulang, bye Alex,” ucapku pada Alex
“umm…,
Can I have your number?” ucapnya
“sure,” ucapku singkat, aku
mengeluarkan handphoneku dan memberikan nomerku pada Alex. ”so, bye Alex,”
ucapku lagi
“bye,” ucapnya, aku berlari menuju
mobil
“siapa itu?” Tanya Bobby
“teman, emang kenapa Bob?” tanyaku
“nggak apa – apa, hanya mukanya agak
creepy gitu,” ucapnya, aku hanya tersenyum.
“kita mampir di K – Mart, ya. Aku
mau beli sesuatu,” ucapku, Bobby hanya mengangguk patuh. Perjalanan dari toko
buku ke K – Mart hanya memakan waktu 2 menit. “ kau mau ikut atau tunggu
disini?” tanyaku
“kau
lama tidak?” Tanya Bobby
“nggak tahu sih, mendingan ikut aja
yuk nanti kalau lama kamu males nunggunya ‘kan!” ucapku panjang, Bobby hanya
mengiyakan ucapanku. Ia mengekor dibelakangku sambil melihat handphonenya. Aku
berjalan menuju booth sereal dan camilan. Karena di rumah paman kamu tidak akan
pernah melihat kotak sereal. Aku mengambil 3 buah jenis sereal yaitu Choco Crunch,
Frosted Flakes, dan Honey Stars. Dan untuk camilan aku memilih Snickers dan
permen Harribo. Setelah kurasa cukup aku berjalan menuju kasir. Aku menyerahkan
kartu kreditku untuk membayarnya.
“sudah?”
Tanya Bobby
“belum, aku mau ke toko music
sebentar” ucapku, mukanya langsung cemberut, “ it’s OK, aku yang nyetir kali
ini,”
Aku duduk di jok pengemudi lalu
pergi ke toko music. Sesudah mebeli 2 kaset album Lady Gaga dan Katy Perry aku
langsung kembali kerumah.
++++++++++++++++++++++++++++++++
Sekarang jam 9 malam, waktu yang
tepat untuk berangkat tidur. Aku melihat handphoneku sebentar. Aku membuka sms
yang masuk 30 menit yang lalu itu.
From:
087869******
To: 087867******
Hi, Mitch in nomorku di save ya,
Thank’s B4, Alex
J
Emoticon
boy, pikirku dalam hati. Akupun membalas sms Alex.
From:
087869******
To: 087867******
Sudah
aku save Alex, J
Aku memutuskan untuk tidur
segera. Karena mataku sudah sangat berat.
+++++++++++++++++++++++++++++++++++++
Aku membaca tumpukan pamphlet dari
agen real estate. Rencananya aku akan pindah ke apartemen. Mom, Dad, dan paman
belum tahu hal ini. tapi, aku pasti akan memberitahu mereka. Aku mencari tipe
apartemen yang minimalis dan dekat dengan kampus. Uang untuk pembelian
apartemen ini hasil uang tabunganku. Dari dulu aku selalu ingin tinggal
sendiri, serta mandiri untuk kehidupanku. Aku tak tahu mengapa, hanya saja aku
tidak ingin merepotkan orang disekitarku. Setelah melihat – lihat pamphlet yang
super banyak itu. Aku memutuskan untuk mengambil apartemen kecil dengan 2 kamar
tidur.
Setelah bertransaksi dan sudah
memegang kunci aku pergi menuju apartemenku, hanya untuk melihat keadaan. Di
apartemenku ada satu kamar mandi, dua kamar tidur, dan satu ruang tamu yang
menjadi satu dengan ruang televisi, satu dapur yang menjadi satu di ruang
makan. Aku tinggal membeli perabotan seperti Kulkas, TV, Spring Bed, etc. tapi,
mungkin aku membelinya kalau aku sudah memberitahu tentang apartemen ini pada
Mom dan Dad.
Letak apartemen ini tidak jauh dari
kampus. Hanya sekitar 2 blok saja, jadi aku bisa berjalan kaki untuk pergi ke
kampus. Di apartemen ini juga ada laundry dan mini market, Dibagian basement.
Aku pulang menuju rumah paman
dengan metro. Ini pertama kalinya aku naik metro selama aku tinggal disini. Ternyata
naik metro lebih menyenangkan dari naik mobil sendiri. Aku bertemu dengan
banyak orang. Dan aku bisa mempelajari karakternya. Kulihat ada ibu – ibu
berbicara dengan nada jengkel kepada petugas metro. Juga, ada bapak – bapak
yang duduk membaca Koran harian. Ada anak remaja yang kelihatannya sedang
bosan. Tapi, ada sesuatu yang menarik perhatianku. Yaitu, Alex yang sedang
duduk memegang pisau ditangannya. Aku berniat menyapanya tapi, ini terminal
yang akan kuturuni. Akhirnya, aku tidak jadi menyapanya.
Terminal metro dari rumah paman
Felix cukup jauh. Jadi, aku memutuskan untuk naik bus kota. Aku duduk di halte
bus, yang berada di samping terminal metro. Aku melihat jam di tanganku, 13.08
dan aku belum makan. Aku memutuskan untuk makan siang dirumah. Tapi, sedetik
kemudian aku merasa sangat lapar. Di halte ketiga aku melihat ada kedai Mexico.
Jadi kuputuskan untuk makan di kedai itu. Aku memesan Burrito dengan saus mole.
Untuk minumannya segelas cocktail dengan extra es. Aku memilih tempat duduk
paling pinggir dekat dengan jendela.
“disini punya burrito dengan rasa
terlezat di seluruh Australia,” kata Scoot yang tiba – tiba ada didepanku
“oh, ya, aku belum pernah kesini,
dan kupikir aku benar memilih tempat,” ucapku santai. Ucapan Scott ternyata
benar. Kedai kecil ini punya rasa khas untuk sebuah burrito. Aku jadi
memikirkan mexico jika aku menggigit burritonya. “so, bagaimana kamu bisa
kesini?” tanyaku pada Scott
“aku menemui temanku, dan dari
tadi pagi aku belum makan, maka dari itu aku putuskan untuk makan disini sebelum
aku pingsan,” ucapnya, “ bagaimana denganmu?”
“aku sedang naik bus, dan tiba –
tiba perutku berbunyi,” ucapku, “ lalu aku melihat kedai ini, ternyata kedai
kecil ini punya rasa burrito paling enak yang pernah kucoba, ngomong – ngomong
kenapa tadi pagi kau tidak pergi kuliah?”
“oh, aku ada suatu hal
untuk diselesaikan,apa ada tugas ?” tanyanya
“iya, bab 4 dari Prof. Henderson
tentang system ekonomi Mikro,” ucapku, “ hanya itu,” lanjutku cepat
tak berapa lama kemudian Handphoneku
bordering. Ada telfon masuk dari Micah.
(Mitch
& Micah On the Phone)
Mitch
: ada apa, Micah?
Micah
: Mitch, bisa Kerumah sakit, tidak?
Mitch
: memang ada apa?
Micah
: itu,eng…. Anu … paman masuk rumah sakit. Polisi menemukannya bersimbah darah
di Bounty County
Mitch
: HAH!!! Dirumah sakit mana?
Micah
: St. Brutus, cepat kesana ya!, Bobby dan Zack sedang tidak ada, aku baru
perjalanan menuju rumah sakit.
Mitch
: oke.. oke.. aku segera kesana
(Phone
end)
“ada apa, Mitch?” Tanya scott
“pamanku masuk rumah sakit,” ucapku
“rumah sakit? Kenapa? “ ucapnya
“aku juga gak tau! Kamu bawa mobil?”
tanyaku
“bawa, ayo,” Scott menarik
tanganku dan berlari menuju parkiran. “ rumah sakit apa?” Tanya Scott
“St. Brutus, kamu tau tempatnya?”
tanyaku
“tahu, lebih baik cepat – cepat,”
ucapnya sambil menstarter mobilnya. Rumah sakit St. Brutus ternyata cukup jauh
dari restoran tadi. Scott harus mengebut, karena panic aku sudah berlinangan
air mata. Paman Felix harus selamat, pikirku dalam hati. 30 menit kemudian aku
sudah sampai di rumah sakit itu. Aku berlari menuju receptionist untuk
menanyakan kamar Paman Felix.
“maaf, ma’am, bisakah saya tahu
kamar Felicianus Carell?” Tanyaku pada receptionist itu.”ia, kesini sekitar 40
menit yang lalu,”
“Tuan Felicianus, saat ini masih
di UGD, “ ucap receptionist itu. Aku meninggalkan tempat receptionist itu tanpa
berkata apa – apa. Aku mencari tempat duduk di dekat pintu UGD. aku melihat
Micah yang sedang menelepon seseorang.
“Bagaimana keadaannya,
Micah?” tanyaku sembari duduk disampingnya
“sangat parah, kata inspektur
polisi tadi jika terlambat 20 menit saja dia bisa mati kehabisan darah,” ucap
Micah. Aku dan Micah duduk dalam diam sampai Bobby dan Zack datang beberapa
menit kemudian.
“kemana saja kamu semua?” tanyaku
setengah emosi
“aku tadi ke K – Mart, untuk
membeli barang pribadiku, dan Video game baru untuk Zack,” ucap Bobby
“ ya, sudah yang penting paman,
sudah dapat penanganan medis,” ucap Micah
“Mh-Hm, Mitch, sebaiknya aku
pulang dulu, ya!” kata Scott yang sudah mulai kulupakan
“oh, OK Scott, trims
udah nganterin aku kesini,” ucapku, “ bye”
“bye,” ucapnya singkat lalu pergi
ke parkiran.
“aku tadi telfon Mom dan Dad,
kata mereka Bobby di utus jadi pengganti paman, selama paman dirawat. Mereka
nggak bisa kesini, banyak masalah di Indonesia katanya,” ucap Micah,
“ dan juga, Flo dan Liza akan datang lusa.”
“aku jadi manager
disini?, wait, tapi aku nggak tau tugasku?” Tanya Bobby
“sorry, Bob, kelihatannya kau
harus berskype ria dengan ayah,” ucap Zack. Seorang dokter keluar dari ruang
UGD dan berjalan menghampiri kami.
“ keluarga dari Tuan. Felicianus
Carell?” Tanya dokter itu
“iya Dokter, kami keponakannya,”
ucap Bobby
“saat ini Paman anda sedang dalam
keadaan koma, kami tidak tahu sampai kapan koma itu berlangsung, tapi kebanyakan
dalam kasus seperti ini koma hanya berlangsung sekitar 1 hari sampai 5 hari,”
ucap dokter,” untuk saat ini paman anda kami tempatkan di ruang UGD dahulu,
nanti kita lihat perkembangannya apakah, paman anda bisa dimasukan ke bangsal
umum,”
“bagaimana dengan
darahnya, Dok?” Tanya Micah
“darah Tuan Felicianus keadaannya
normal, sungguh keajaiban dari tuhan tubuhnya tidak kehilangan banyak darah,
padahal pakaian yang ia pakai sudah bersimbah darah” ucapnya,” ada pertanyaan
lain?” kita semua bergeleng pelan, “ kalu begitu saya permisi dulu,” dokter
itupun melenggang pergi dan menghilang di balik pintu kaca.
“siapa yang menunggu
paman?” tanyaku
“bagaimana kalau aku dan Bobby
saja?” Micah mengajukan diri
“oke, aku harus pulang ada banyak
kerjaan yang harus aku selesaikan,” ucapku, “ Zack, kamu yang menyetir!”
“oke,” katanya singkat, aku
berjalan gontai menuju tempat parkir. Zack mengemudi dengan kecepatan sedang.
Kami sampai dirumah 40 menit kemudian. Rumah sangat sepi karena Maid – maid
paman sedang libur.
Aku menutup pintu kamarku, dan
langsung tiduran di bedku. Kurasa Zack sedang berada di game room untuk mencoba
gamenya. Aku mengurungkan niatku untuk memberitahu paman tentang apartemenku.
Atau mungkin pada Mum dan Dad juga. Tapi, aku akan bilang pada Bobby, Micah,
dan Zack sesegera mungkin agar mereka dapat membantu kepindahanku.
+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
Hari ini aku absen kuliah karena
menunggu paman. Aku sudah menitipkan tugas Prof. Henderson kepada Rachel. Zack
menemani aku untuk menunggu paman tapi, ia hanya sibuk dengan PSPnya saja.
Paman Felix masih koma tapi, kondisinya sudah semakin baik daripada kemarin.
Dokter bilang koma paman Felix disebabkan hantaman benda tumpul. Polisi masih
mengusut kasus penyerangan paman Felix. Kata inspector kepolisian, penyerangan
itu sepertinya sudah direncanakan. Minimnya saksi menjadi suatu alasan kenapa
polisi memberikan premis tersebut. Kala itu paman Felix hanya ditemukan oleh
seorang laki – laki. Dan sekarang laki – laki itu jadi satu – satunya saksi
penyerangan paman Felix. Entah apa yang tuhan berikan pada paman Felix. Ia
sangat baik pada semua orang, tanpa kecuali. Kudengar suara bordering yang
datang dari handphoneku. Aku izin pada Zack untuk mengangkatnya. Ia hanya
mengangguk singkat. Kulihat layar handphoneku, ternyata Alex yang menelfonku.
(Mitch
and Alex On the Phone)
Mitch
: hallo!
Alex : Hi, Mitch!, kau ada acara hari ini ?
Mitch
: Hi, Alex, aku sedang menunggu pamanku dia sedang sakit
Alex : Oh, memangnya Pamanmu sakit apa?
Mitch
: Aku juga gak tau? Tapi, kata Micah kemarin dia diserang pria tak dikenal di
Bounty County
Alex
: HAH! Di serang?
Mitch
: iya, aku juga gak tahu dia salah apa? Dia ‘kan orang baik – baik, gak pernah
nyerang orang sama kaya dia di serang.
Alex
: Mmm, Mitch kayanya udah dulu deh ya… sambung kapan – kapan lagi, Ok.
(Phone
End)
“oke…,” ucapku saat sambungan
terputus. Tiba – tiba, terdengar suara geraman yang lemah. Aku menatap tempat
tidur paman Felix. Lengan kanan paman Felix telah bergerak lemah. Zack yang
posisinya di dekat tombol panggil perawat segera memncet tombolnya. Tak berapa
lama, 2 orang perawat datang dan langsung memeriksa paman Felix. Salah seorang
perawat itu menyuruh aku dan Zack untuk keluar sebentar.
“aku akan telfon Micah dan Bobby,”
ucapnya, aku hanya mengangguk singkat. Sepuluh menit kemudian, Zack datang dan
duduk disampingku, “ mereka datang sebentar lagi,”
“ya,” ucapku sambil mengangguk.
Sekarang Bobby dan Micah sudah datang. Bobby mendatangi tempat perawat untuk
bertanya apakah paman sudah boleh dipinahkan ke bangsal umum. “bagaimana, Bob?”
tanyaku saat Bobby duduk di sampingku.
“paman sebenarnya sudah boleh di
pindahkan ke bangsal umum. Tapi, kondisinya belum begitu stabil,” ucapnya
“apakah sebaiknya tetap di UGD
dahulu?” Tanya Micah
“kupikir begitu, nanti kalau sudah
stabil penuh akan di pindah ke bangsal umum,” ucap Bobby lagi.
Aku masuk kedalam kamar paman
Felix lagi. Micah dan Bobby izin pulang karena mengurus perusahaan. Dan Zack
pamit mau pergi ke McDonnald untuk membeli makan siang. Tadi, aku menyuruhnya
di antin rumah sakit saja. Tapi, karena aku tahu kalau Zack suka dengan Happy
Meal, aku mengurungkan niatku itu. Kondisi paman sudah lebih baik dari kemarin.
Hanya perban yang membalut dirinya cukup banyak untuk dijadikan Mummy di malam
Halloween. Paman masih tidur, mungkin efek bius dan pain-killer yang
disuntikan kepadanya. Seorang pria berjalan cepat menuju, dan membuka
pintu kamar paman Felix.
“maaf anda siapa?” tanyaku
“Felix adalah pacar saya, kamu
siapa?” tanyanya balik
“aku keponakannya,” ucapku
singkat
“oh, kenalkan aku Mario Dawson,
kau?” tanyanya lagi
“Mitch Carell,”
“kau tahu bagaimana kejadiannya,
Mitch?” Tanya Mario
“aku gak tahu pasti…..”
“paman, saja,” ucapnya tiba –
tiba,
“oke, aku gak tau pasti paman
tapi aku dapat kabar dari, Micah, kakakku bahwa paman Felix masuk rumah sakit,
katanya diserang orang tak dikenal,” jelasku
“dimana?” ucapnya ingin tahu
“Bounty County,”
“apa?!, Bounty County?, tempat
itu penuh kenanganku dengan Felix, meskipun itu hanya sebuah gang kecil, tempat
itu aku dan Felix pertama kali bertemu, dia begitu manis, ramah etc –“ kurasa
aku tahu kemana arah pembicaraan ini. sebelum lebih lanjut aku pamit keluar
untuk memberi Paman Felix dan paman Mario privasi.
Aku duduk dikursi tunggu tepat di
samping pintu kamar paman Felix. Zack berjalan sembari bermain HandPhonenya.
“kamu kok disini?, paman sama siapa?” Tanya Zack
“dia sama pacarnya, paman Mario,”
ucapku
“paman Mario?, kau baru bertemu
dan sudah berani memanggilnya paman?”
ucapnya sarkatis
“dia sendiri kok yang suruh aku
buat manggil dia paman,” balasku.
“aku mau melihatnya,” ujar Zack
“jangan, berikan mereka privasi
dahulu, siapa tahu nanti kondisi paman cepat stabil kalau dengar suara paman
Mario,”
“bagaimana kau tahu?” Tanya Zack
“karena biasanya mendengar suara
orang yang dicintai, kemauan orang untuk bertahan hidup jadi lebih besar,”
kataku
“kamu ngasal ‘kan?” Tanya Zack
“nggak juga ‘tuh, oh, mentang –
mentang aku kuliah ekonomi jadi aku gak tahu psikologi?”
“kayanya sih begitu,”. Aku
mengintip sedikit dari kaca pintu. Paman Mario sedang menangis tertahan sembari
memengang tangan paman Felix yang tidah diinfus. Aku masuk kekamar paman Felix
dengan hati – hati. Aku memberikan sekotak tissue untuk paman Mario. Dia
menerimanya lalu mengambil 5 lembar untuk matanya yang berair. ‘It’s so
dramatic’ pikirku. Kutinggalkan kotak tissue itu di mejadekat bed paman Felix.
“they’ re so dramatical,” ucapku
terharu
“we got two uncle,” ucap Zack.
Jam 7 malam aku berangkat untuk pulang. Paman Mario bersikeras untuk menemani
paman Felix. Ia berjanji bersama Bobby dan Micah menemani paman Felix sampai
kondisi paman Felix stabil.
Jam menunjukan pukul delapan. Aku
masih berusaha untuk tidur nyenyak. Tapi sepertinya, mataku tidak bisa diajak
kompromi. Aku terus berguling – guling dikasurku. Entah apa yang kupikirkan,
aku juga tak begitu mengerti. Akhirnya kuputuskan untuk pergi ke taman komplek.
Aku berjalan melewati gang pendek
sebelum sampai ke taman itu. Lampu di gang itu cukup terang, jadi aku tak perlu
membawa senter. Entah, apa hubunganku dengan taman itu. Tapi, aku merasakan
feel yang kuat tentang taman itu. Aku duduk dikursi taman yang sudah agak reyot
itu. Aku menikmati sejuknya angin malam Australia dalam – dalam.
“oi, Mitch,” ucap seseorang
dibelakangku. Untuk sepersekian detik tubuhku agak merinding. Tapi setelah aku
tahu Scott yang memanggilku, ada perasaan senang dalam hatiku. Aku merasa tidak
begitu kesepian lagi.
“oi, Scott, kamu ngapain disini?”
tanyaku
“kamunya ngapai disini?” dia
balik Tanya
“kalau aku sih, cari angin malam,
aku bosan dirumah,” ucapku
“kalau aku lagi ingin sendiri
aja, jalan – jalan,” ucapnya, “bagaimana pamanmu?”
“paman baik saja, sebenarnya dia
sudah sadar. Tapi, kondisinya yang belum stabil membuatnya dia harus memakai
obat bius dan pain – killer,” ucapku
“ikut sedih ya atas kajadian
ini,” ucapnya
“trims,” kataku singkat
“kau tahu, akku suka sekali
tempat ini, apalagi kalau malam,” ucapnya tiba – tiba
“mengapa?” tanyaku
“aku sebenarnya juga gak tahu,
tapi aku seperti punya hubungan dengan tempat ini,” ujarnya,” aku seperti punya
jalinan dengan tempat ini, plus, ini adalah tempatku berpikir kalau aku sedang
merasa tertekan,”
“kau tahu, Scott,” kataku,
“kadang rasa tertekan itu bisa menjadi pedoman hidup juga, tinggal kamu melihat
dari sisi positive atau negative,”
“contohnya?” Tanya Scott
“contohnya, kadang aku merasa
ditekan oleh semua hal, pendidikanku, orang tuaku, kakak – kakakku, tapi, aku
melihat tekanan itu sebagai sebuah dukungan, bukan hinaan,” ucapku. Aku melihat
lurus ke mata Scott. Mata cokelatnya membuatku nervous seketika. Scott
memajukan kepalanya sedikit anehnya, aku juga melakukan hal yang sama. Tak
kusadari bibir Scott telah sampai di bibirku. Rasanya sangat manis dan
memabukan, aku membalas ciumannya. Tangan Scott sudah ada dibelakang kepalaku,
memajukan kepalaku agar ciuman kami lebuh dalam. Setengah menit kemudian kami
menyudahi ciuman itu.
“Mitch?” ucapnya lirih
“yeah,”
“would you be mine?” Tanya Scott,
aku menganggukan kepalaku pelan. Bibir Scott kembali menyapu bibirku. Dengan
riangnya dia mengisap bagian dalam rongga mulutku. Ciumannya menjadi semacam
candu bagiku. Itu yang membuat aku ingin ciumannya lagi dan lagi. Setelah
sekian lama, ia menyudahi ciumannya lalu ia tertawa lucu.
“kau tahu, Scotty, you just stole
my first kiss,” ucapku
“and I will be the last,” ucapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar